Senin, 26 September 2011

ddddddd

Anak muda selalu dipermainkan oleh perasaan. Dari zaman Siti Nurbaya, dari zaman Arthur, atau dari zaman Sam Pek, semua dimainkan perasaan. Hidup terus berjalan. Sudah banyak dongeng tentang cinta. Waktu merambat pasti dan para pujangga tak bosan membual cinta. Cinta dan kehidupan adalah roda manusia untuk berjalan. Kadang kita jatuh dan terperosok, dibutakan dan bertingkah bodoh. Kadang kita berbangga dan jumawa, atau kadang kita bermain sembarangan. Semua itu karena kita bermain dengan perasaan. Tapi, itulah manusia. Makhluk yang mempunyai otak dan perasaan sehingga bisa berubah jadi dewa atau menjelma jadi setan neraka. Dan cinta adalah hal yang sangat membuat perasaan gundah. Perasaan bisa jadi pisau tajam karena cinta, tapi perasaan juga bisa menjadikannya tumpul. Jika kita mengasah pisau setajam-tajamnya, maka pilihan ada dua, kita mampu membabat dengan mudah atau pisau kita tak tahan lama. Semua itu tergantung perasaan dan logika. Perasaan ke-AKU-an yang timbul dalam diri kadang mengubah segalanya jadi egois, mematahkan gendewa dan merusak mata pisau kita.
“Aku sangat senang saat dia tersenyum padaKu. Aku bahagia saat dia menciumKu. Dunia ini terasa indah saat dia balas cintaKu. Dan Aku benci dan gelisah saat dia memarahiKu. Aku bosan dan jenuh saat dia meninggalkanKu. HidupKu tak berarti saat dia pergi dari sisiKu. Semuanya… dan semuanya tentang AKU, AKU dan AKU!”
Kita tidak perduli perasaan dia. Kita acuh terhadap apa yang dia rasakan. Kita tidak pernah berpikir bagaimana kalau AKU adalah DIA. Kita hanya berpikir ke-AKU-an saja. Manusia memang diciptakan dengan mencari kebahagiaan, tapi kebahagiaan seperti apa?
Berbuat baik, mengesampingkan perasaan ke-AKU-an, dan mengorbankan kepentingan, kebanggaan pribadi adalah tugas yang tidak mudah. Kesenangan dan kebahagiaan tentang diri pribadi tak akan pernah habis, tapi kesenangan dan kebahagiaan objektif itu lebih dihargai.
Itulah manusia…
Inilah saya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar