Minggu, 19 Februari 2012

ke-Aku-an

Anak muda selalu dipermainkan oleh perasaan. Dari zaman Siti Nurbaya, dari zaman Arthur, atau dari zaman Sam Pek, semua dimainkan perasaan. Hidup terus berjalan. Sudah banyak dongeng tentang cinta. Waktu merambat pasti dan para pujangga tak bosan membual cinta. Cinta dan kehidupan adalah roda manusia untuk berjalan. Kadang kita jatuh dan terperosok, dibutakan dan bertingkah bodoh. Kadang kita berbangga dan jumawa, atau kadang kita bermain sembarangan. Semua itu karena kita bermain dengan perasaan. Tapi, itulah manusia. Makhluk yang mempunyai otak dan perasaan sehingga bisa berubah jadi dewa atau menjelma jadi setan neraka. Dan cinta adalah hal yang sangat membuat perasaan gundah. Perasaan bisa jadi pisau tajam karena cinta, tapi perasaan juga bisa menjadikannya tumpul. Jika kita mengasah pisau setajam-tajamnya, maka pilihan ada dua, kita mampu membabat dengan mudah atau pisau kita tak tahan lama. Semua itu tergantung perasaan dan logika. Perasaan ke-AKU-an yang timbul dalam diri kadang mengubah segalanya jadi egois, mematahkan gendewa dan merusak mata pisau kita.
“Aku sangat senang saat dia tersenyum padaKu. Aku bahagia saat dia menciumKu. Dunia ini terasa indah saat dia balas cintaKu. Dan Aku benci dan gelisah saat dia memarahiKu. Aku bosan dan jenuh saat dia meninggalkanKu. HidupKu tak berarti saat dia pergi dari sisiKu. Semuanya… dan semuanya tentang AKU, AKU dan AKU!”
Kita tidak perduli perasaan dia. Kita acuh terhadap apa yang dia rasakan. Kita tidak pernah berpikir bagaimana kalau AKU adalah DIA. Kita hanya berpikir ke-AKU-an saja. Manusia memang diciptakan dengan mencari kebahagiaan, tapi kebahagiaan seperti apa?
Berbuat baik, mengesampingkan perasaan ke-AKU-an, dan mengorbankan kepentingan, kebanggaan pribadi adalah tugas yang tidak mudah. Kesenangan dan kebahagiaan tentang diri pribadi tak akan pernah habis, tapi kesenangan dan kebahagiaan objektif itu lebih dihargai.
Itulah manusia…
Inilah saya…

_16 agustus 2011_

Sabtu, 18 Februari 2012

Untitled 2

Pasca pecah kongsi dengan “mereka”, aku mengucap syukur.
“Alhamdulillah yah, ternyata Allah masih sayang sama aku. Allah masih kasih kesempatan buat aku untuk bisa melihat dengan mata hati. Yah, mudah-mudahan untuk kedepannya nanti, aku tidak salah langkah dan tidak lagi salah dalam memilih teman. Insyaallah teman-teman yang sekarang itu mau membimbing aku kalau aku ada salah jadinya biar aku juga nggak sia-sia yah ada di kota orang.”
Yah, dari semua permasalahan yang kerap terjadi dalam diri aku, semuanya pasti punya akhir. Seperti sebuah cerita dalam suatu drama, pasti ada endingnya. Kisah apapun itu, baik kisah percintaan, kisah horor, kisah klasik, semuanya memiliki akhir. Hanya saja akhir ceritanya tidak selalu sama dan juga tidak terlalu berbeda.
Aku mulai paham dan sadar mengapa Allah memberikan kita ujian atau cobaan dalam kehidupan. Pertama, karena dengan ujian atau cobaan, kita bisa menjadi lebih dekat kepada-Nya. Kita senantiasa mengingat-Nya, senantiasa bersyukur kepada-Nya, senantiasa berjuang atas perintah-Nya. Kedua, karena dengan ujian atau cobaan, derajat kita akan semakin bertambah dimata-Nya. Jika kita mampu melewati cobaan yang Dia berikan dengan sabar, tegar dan tidak menyimpang maka derajat kita sebagai hamba-Nya akan dinaikkan. Ibaratnya naik pangkat gitu. Yang ketiga, karena dengan ujian atau cobaan yang Dia berikan, kehidupan kita akan semakin berwarna. Coba bayangkan seandainya kita tidak pernah diberikan cobaan atau ujian sedikitpun dari-Nya, kita tidak akan merasakan yang namanya jatuh cinta, putus cinta, patah hati, dikhianati teman, dikhianati sahabat, dicuekkin papa-mama, dimusuhin lingkungan. Lho? bisa dibayangkan nggak jadi berwarna hidup kita. Dengan cobaan, kita bisa menghandle, menyikapi dan saling memahami. Bisa membedakan mana yang baik dan juga yang tidak baik sehingga untuk kedepan nanti kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Oleh karena itu bersyukurlah bagi yang pernah dikasih cobaan. Mau yang ringan atau yang berat sekalipun yang namanya cobaan ya tetap aja namanya cobaan. Kita harus mampu menguasai dan menyikapinya dengan baik.
Dulu ketika aku mengalami cobaan “itu”, jujur aku tidak mampu menguasai dan menyikapi dengan baik. Aku langsung bermusuhan dengan yang mebuat masalah dan berusaha untuk tidak memaafkannya. Namun ternyata aku salah, sebagai manusia aku harus tetap memaafkan kesalahannya. Perkara ia kembali lagi dengan tabiat buruknya itu urusannya dengan Tuhannya. Urusanku hanya memberinya maaf dan menerimanya kembali dengan hati lapang tanpa dendam. Lalu apakah aku sanggup dan berhasil menjalaninya???
Beluuuummm...
Belum seratus persen. Walau aku sudah memaafkannya namun aku belum bisa menerimanya lagi. Sulit sekali. Yah, namanya juga praktik. Banting jauh dengan yang namanya teori yang gampang banget kasih kemudahan. Padahal jika teori itu dipraktikkan, waduh... (jawab masing-masing aja deh...
J)
Tapi sekarang aku mulai bisa memahami bahwasanya dalam keadaan apapun aku harus melupakan masa lalu dan berdamai dengan masa lalu itu sendiri. Lalu aku memaafkan kesalahan yang pernah dilakukannya dan mulai menata kehidupan yang lebih baik.
Walau pada dasarnya manusia itu berbeda, namun manusia itu punya kesamaan, yaitu optimis, berani mengakui kelemahan dan kesalahan, fokus dalam hal positif, dan mampu mengelola emosi dengan baik.
Belajar dari pengalaman memang bisa menghasilkan kebaikan. Namun tidak selamanya pengalaman itu mengajarkan kebaikan.
Sejak pecah kongsi dengan “mereka”, aku menjadikan kesulitan menjadi kemudahan dan merubah kesedihan menjadi pengalaman yang indah agar hidup ini menjadi lebih bermakna.  
Terima kasih buat mereka yang telah memberikan warna dalam hidupku.

Untitled 2

Pasca pecah kongsi dengan “mereka”, aku mengucap syukur.
“Alhamdulillah yah, ternyata Allah masih sayang sama aku. Allah masih kasih kesempatan buat aku untuk bisa melihat dengan mata hati. Yah, mudah-mudahan untuk kedepannya nanti, aku tidak salah langkah dan tidak lagi salah dalam memilih teman. Insyaallah teman-teman yang sekarang itu mau membimbing aku kalau aku ada salah jadinya biar aku juga nggak sia-sia yah ada di kota orang.”
Yah, dari semua permasalahan yang kerap terjadi dalam diri aku, semuanya pasti punya akhir. Seperti sebuah cerita dalam suatu drama, pasti ada endingnya. Kisah apapun itu, baik kisah percintaan, kisah horor, kisah klasik, semuanya memiliki akhir. Hanya saja akhir ceritanya tidak selalu sama dan juga tidak terlalu berbeda.
Aku mulai paham dan sadar mengapa Allah memberikan kita ujian atau cobaan dalam kehidupan. Pertama, karena dengan ujian atau cobaan, kita bisa menjadi lebih dekat kepada-Nya. Kita senantiasa mengingat-Nya, senantiasa bersyukur kepada-Nya, senantiasa berjuang atas perintah-Nya. Kedua, karena dengan ujian atau cobaan, derajat kita akan semakin bertambah dimata-Nya. Jika kita mampu melewati cobaan yang Dia berikan dengan sabar, tegar dan tidak menyimpang maka derajat kita sebagai hamba-Nya akan dinaikkan. Ibaratnya naik pangkat gitu. Yang ketiga, karena dengan ujian atau cobaan yang Dia berikan, kehidupan kita akan semakin berwarna. Coba bayangkan seandainya kita tidak pernah diberikan cobaan atau ujian sedikitpun dari-Nya, kita tidak akan merasakan yang namanya jatuh cinta, putus cinta, patah hati, dikhianati teman, dikhianati sahabat, dicuekkin papa-mama, dimusuhin lingkungan. Lho? bisa dibayangkan nggak jadi berwarna hidup kita. Dengan cobaan, kita bisa menghandle, menyikapi dan saling memahami. Bisa membedakan mana yang baik dan juga yang tidak baik sehingga untuk kedepan nanti kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Oleh karena itu bersyukurlah bagi yang pernah dikasih cobaan. Mau yang ringan atau yang berat sekalipun yang namanya cobaan ya tetap aja namanya cobaan. Kita harus mampu menguasai dan menyikapinya dengan baik.
Dulu ketika aku mengalami cobaan “itu”, jujur aku tidak mampu menguasai dan menyikapi dengan baik. Aku langsung bermusuhan dengan yang mebuat masalah dan berusaha untuk tidak memaafkannya. Namun ternyata aku salah, sebagai manusia aku harus tetap memaafkan kesalahannya. Perkara ia kembali lagi dengan tabiat buruknya itu urusannya dengan Tuhannya. Urusanku hanya memberinya maaf dan menerimanya kembali dengan hati lapang tanpa dendam. Lalu apakah aku sanggup dan berhasil menjalaninya???
Beluuuummm...
Belum seratus persen. Walau aku sudah memaafkannya namun aku belum bisa menerimanya lagi. Sulit sekali. Yah, namanya juga praktik. Banting jauh dengan yang namanya teori yang gampang banget kasih kemudahan. Padahal jika teori itu dipraktikkan, waduh... (jawab masing-masing aja deh...
J)
Tapi sekarang aku mulai bisa memahami bahwasanya dalam keadaan apapun aku harus melupakan masa lalu dan berdamai dengan masa lalu itu sendiri. Lalu aku memaafkan kesalahan yang pernah dilakukannya dan mulai menata kehidupan yang lebih baik.
Walau pada dasarnya manusia itu berbeda, namun manusia itu punya kesamaan, yaitu optimis, berani mengakui kelemahan dan kesalahan, fokus dalam hal positif, dan mampu mengelola emosi dengan baik.
Belajar dari pengalaman memang bisa menghasilkan kebaikan. Namun tidak selamanya pengalaman itu mengajarkan kebaikan.
Sejak pecah kongsi dengan “mereka”, aku menjadikan kesulitan menjadi kemudahan dan merubah kesedihan menjadi pengalaman yang indah agar hidup ini menjadi lebih bermakna.  
Terima kasih buat mereka yang telah memberikan warna dalam hidupku.

Sebatas Khayalan

Aku sayang kamu...
Buliran airmata ini jatuh seketika membasahi pipi yang tengah merona karena jatuh cinta...
Bukan karena aku terharu akan perhatiannya.
Namun karena keacuhannya.
Aku tersadar dari lamunan panjang yang memberikan warna keindahan akan sebuah romansa kenangan.
Semua terpampang jelas dalam ingatan tentang aku dan kau.
Menyatu dalam angan membangun istana kasih sayang.
Namun ku masih harus berada dalam lamunan panjang itu.
Khayalan ku akan dirimu masih sebatas khayalan.
Kutidak sanggup untuk memulai.
Kuhanya sanggup untuk menunggu kepastian dari hatimu.
Ku menunggu kau melihat diriku dengan nyata dan kau gunakan hatimu untuk menyapaku.
Tidak sekadar karena fisikku namun karena hatiku.
Bundaran kristal itu harus kembali jatuh ketika melihatmu tertawa riang.
Bukan untukku, tetapi untuk dia yang mungkin telah menghiasi hatimu.
Aku menunggu bulan purnama di kegelapan malam.
Menunggu bintang kejora menyapa riang tanpa adanya tangisan kesedihan...
Akankah kau sadar dan melihatku sekarang?
Ku berdiri disampingmu.
Nyata bukan sebatas khayalan....
^^